KONSERVASI ARSITEKUR
A. LATAR BELAKANG
Konservasi merupakan suatu upaya yang dapat menghidupkan kembali vitalitas lama yang telah pudar. Termasuk upaya konservasi bangunan kuno dan bersejarah. Peningkatan nilai-nilai estetis dan historis dari sebuah bangunan bersejarah sangat penting untuk menarik kembali minat masyarakat untuk mengunjungi kawasan atau bangunan tersebut. Sebagai bukti sejarah dan peradaban dari masa ke masa. Upaya konsevasi bangunan bersejarah dikatakan sangat penting. Selain untuk menjaga nilai sejarah dari bangunan, dapat pula menjaga bangunan tersebut untuk bisa dipersembahkan kepada generasi mendatang.
B. PENGERTIAN KONSERVASI
Menurut Sidharta dan Budihardjo (1989), konservasi merupakan suatu upaya untuk melestarikan bangunan atau lingkungan, mengatur penggunaan serta arah perkembangannya sesuai dengan kebutuhan saat ini dan masa mendatang sedemikian rupa sehingga makna kulturalnya akan dapat tetap terpelihara.
Menurut Danisworo (1991), konservasi merupakan upaya memelihara suatu tempat berupa lahan, kawasan, gedung maupun kelompok gedung termasuk lingkungannya. Di samping itu, tempat yang dikonservasi akan menampilkan makna dari sisi sejarah, budaya, tradisi, keindahan, sosial, ekonomi, fungsional, iklim maupun fisik (Danisworo, 1992). Dari aspek proses disain perkotaan (Shirvani, 1985), konservasi harus memproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan tempat bangunan atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya.
Theodore Roosevelt (1902) merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Konservasi yang berasal dari kata conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian tentang upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use).
Cowherd (1999) mengatakan bahwa konservasi bukanlah merupakan ilmu pasti tetapi lebih mirip suatu seni. Maksud dari pernyataan ini adalah warisan budaya tidaklah mungkin ditentukan dengan kriteria ilmiah dan terukur saja, tetapi lebih pada cerminan dari tata nilai masyarakat yang lebih berupa cerminan dari tata nilai masyarakat yang senantiasa berubah. Secara sederhana konservasi merupakan penyelesaian restorasi atau rekonstruksi bangunan dalam upaya mencapai idealisme kontemporer akan langgam murni dari bayangan masa lampau dengan mencerminkan perhatian terus-menerus akan pengkajian kritis terhadap nilai-nilai sejarah dari warisan lingkungan binaan, serta pemeliharaan dari penghancuran dini dan perusakan oleh kekuatan alam maupun manusia.
C. JENIS JENIS KONSERVASI
Dalam pelaksanaan konservasi terhadap kawasan/ bangunan cagar budaya, maka ada tindakan-tindakan khusus yang harus dilakukan dalam setiap penanganannya, antara lain:
1.Konservasi yaitu semua kegiatan pemeliharaan suatu tempat sedemikian rupa sehingga mempertahankan nilai kulturalnya;
2.Preservasi yaitu mempertahankan bahan dan tempat dalam kondisi eksisting dan memperlambat pelapukan;
3.Restorasi/Rehabilitasi adalah upaya mengembalikan kondisi fisik bangunan seperti sediakala dengan membuang elemen-elemen tambahan serta memasang kembali elemen-elemen orisinil yang telah hilang tanpa menambah bagian baru;
4.Rekonstruksi yaitu mengembalikan sebuah tempat pada keadaan semula sebagaimana yang diketahui dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru dan dibedakan dari restorasi;
5.Adaptasi/Revitalisasi adalah segala upaya untuk mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang sesuai;
6.Demolisi adalah penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau membahayakan.
D. TUJUAN KONSERVASI
Menurut David Poinsett, Preservation News (July, 1973. p5-7), keberadaan preservasi objek-objek bersejarah biasanya mempunyai tujuan;
1. Pendidikan.
Peninggalan objek-objek bersejarah berupa benda-benda tiga dimensi akan memberikan gambaran yang jelas kepada manusia sekarang, tentang masa lalu, tidak hanya secara fisik bahkan suasana dan semangat masa lalu.
2. Rekreasi.
Adalah suatu kesenangan tersendiri dalam mengunjungi objek-objek bersejarah karena kita akan mendapat gambaran bagaimana orang-orang terdahulu membentuk lingkungan binaan yang unik dan berbeda dengan kita sekarang.
3. Inspirasi.
Patriotisme adalah semangat yang bangkit dan tetap akan berkobar jika kita tetap mempertahankan hubungan kita dengan masa lalu, siapa kita sebenarnya, bagaimana kita terbentuk sebagai suatu bangsa dan apa tujuan mulia pendahulu kita. Preservasi objek bersejarah akan membantu untuk tetap mempertahakan konsep-konsep tersebut.
4. Ekonomi.
Pada masa kini objek-objek bersejarah telah bernilai ekonomi dimana usahausaha untuk mempertahan bangunan lama dengan mengganti fungsinya telah menjadi komoditas parawisata dan perdagangan yang mendatangkan keuntungan.
E. MANFAAT KONSERVASI
Menurut Budihardjo (1995:8), manfaat upaya pelestarian yaitu memperkaya pengalaman visual, menyalurkan hasrat berkesinambungan, selain itu manfaat konservasi adalahsebagai berikut
1. Pada saat perubahan dan pertumbuhan terjadi secara cepat seperti saat ini, kelestarian lingkungan lama akan memberi suasana permanen yang menyegarkan.
2. Memberi keamanan psikologis bagi seseorang untuk dapat melihat, menyentuh dan merasakan bukti-bukti fisik sejarah.
3. Kelestarian mewariskan arsitektur, menyediakan catatan historis tentang masa lalu dan melambangkan keterbatasan masa hidup manusia.
4. Kelestarian lingkungan lama adalah salah satu aset komersil terbesar dalam kegiatan wisata internasional; dengan dilestarikannya warisan yang berharga dalam keadaan baik maka generasi yang akan datang dapat belajar dari warisan-warisan tersebut dan menghargainya sebagimana yang dilakukan pendahulunya.
F. SASARAN KONSERVASI
Konservasi mencakup alam, kesenian, arkeologi dan lingkungan binaan.
1. Alam terbagi atas badan air: sungai, laut, danau, dan lain-lain; lahan: pertanian, kehutanan, pariwisata alam.
2. Kesenian terdiri atas tari, karawitan dan musik.
3. Arkeologi terdiri atas dokumen dwi mantra: dokumen tertulis, lontar, lukisan; artefak tri mantra: perabot rumah tangga, peralatan, patung; arsitektur yaitu arsitektur mikro: gardu, pelengkap jalan, gerbang, pagar, tugu, dan lain-lain serta bangunan kuno: keratin, benteng, pasar, stasiun, dll.
4. Lingkungan binaan terdiri atas arsitektur; lingkungan bersejarah: pusat kota lama, kawasan kuno/tradisional, dll; taman/ruang terbuka: alun-alun, lapangan, tempat rekreasi, dll; kota bersejarah.
G. SKALA/LINGKUP KONSERVASI
Adapun skala/lingkup konservasi adalah sebagai berikut :
1. Lingkungan Alami (Natural Area)
2. Kota dan Desa (Town and Village)
3. Garis Cakrawala dan Koridor Pandang (Skylines and View Corridor)
4. Kawasan (District)
5. Wajah Jalan (Streetscapes)
6. Bangunan (Buildings)
7. Benda dan Penggalan (Object and Fragments)
H. PRISNIP KONSERVASI
Beberapa prinsip konservasi sesuai yang disepakati dalam Piagam Burra (1981) meliputi :
1. Maksud dari konservasi adalah untuk mempertahankan atau menangkap kembali makna kultural dari suatu tempat dan harus dapat menjamin keamanan dan pemeliharaannya di masa mendatang
2. Konservasi dilandasi atas penghargaan terhadap keadaan semula dari suatu tempat dan sesedikit mungkin melakukan intervensi fisik bangunan, agar tidak mengubah bukti sejarah yang dimilikinya
3. Konservasi hendaknya memanfaatkan semua disiplin ilmu yang dapat memberikan kontribusi penelitiaan maupun pengamanan terhadap tempat tersebut
4. Konservasi suatu tempat harus mempertimbangkan segenap aspek yang berkaitan dengan makna kulturalnya, tanpa menekankan pada salah satu aspek saja dan mengorbankan aspek lain
5. Kebijakan konservasi yang sesuai untuk suatu tempat harus didasarkan atas pemahaman terhadap makna kultural dan kondisi fisik bangunannya
6. Konservasi mensyaratkan terpeliharanya latar visual yang cocok seperti bentuk, skala, warna, tekstur, dan bahan bangunan. Setiap perubahan baru yang akan berakibat negatif terhadap latar visual tersebut harus dicegah
7. Suatu bangunan atau hasil karya bersejarah harus tetap berada pada lokasi historisnya. Pemindahan seluruh atau sebagian dari suatu bangunan atau hasil karya tidak diperkenankan, kecuali bila hal tersebut merupakan satu-satunya cara guna menjamin kelestariannya.
I. KRITERIA KONSERVASI
Dalam pelaksanaan atau penjabaran suatu konsep konservasi perlu ditentukan sejumlah tolak ukur (kriteria) dan motivasi. Tetapi terlebih dahulu harus ada dasar yang kokoh untuk mengetahui bagian mana yang dari kota dan bangunan apa yang perlu untuk dilestarikan. Kriteria yang digunakan untuk menentukan bangunan dan kawasan yang perlu dilestarikan adalah:
1. Estetika
Bangunan-bangunan atau dari bagian kota yang dilestarikan karena mewakili prestasi khusus dalam suatu gaya sejarah tertentu.Tolak ukur estetika ini dikaitkan dengan nilai estetis dari arsitektonis: bentuk, tata ruang dan ornamennya.
2. Kejamakan
Bangunan-bangunan atau bagian dari kota yang dilestarikan karena mewakili satu kelas atau jenis khusus bangunan yang cukup berperan. Penekanan pada karya arsitektur yang mewakili ragam atau jenis yang spesifik.
3. Kelangkaan
Bangunan yang hanya satu dari jenisnya, atau merupakan contoh terakhir yang masih ada. Karya langka atau satu-satunya di dunia atau tidak dimiliki oleh daerah lain.
4. Keistimewaan
Bangunan-bangunan ruang yang dilindungi karena memiliki keistimewaan, misalnya yang tertinggi, tertua, terbesar pertama dan sebagainya
5. Peranan Sejarah
Bangunan-bangunan dari lingkungan perkotaan yang merupakan lokasi-lokasi bagi peristiwa-peristiwa bersejarah yang penting untuk dilestarikan sebagai ikatan simbolis antara peristiwa terdahulu dan sekarang.
6. Memperkuat Kawasan
Bangunan-bangunan dan di bagian kota yang karena investasi di dalamnya, akan mempengaruhi kawsan-kawasan di dekatnya, atau kehadiratnya bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan sekitarnya.
J. KONSEP KONSERVASI
Konsep konservasi telah dicetuskan lebih dari seratus tahun yang lalu, ketika William Morris mendirikan Lembaga Pelestarian Bangunan Kuno (Society for the Protection of Ancient Buildings) pada tahun 1877 (Dobby, 1978). Jauh sebelum itu, pada tahun 1700, Vanburgh seorang arsitek Istana Bleinheim Inggris, telah merumuskan konsep pelestarian, namun konsep itu belum mempunyai kekuatan hukum.
Menurut Kerr (1982) dalam bukunya yang berjudul The Conservation Plan, mengajukan kerangka perencanaan konservasi. Dalam konsep tersebut Kerr menggabungkan kepentingan konservasi sejarah dengan penilaian arsitektural suatu bangunan dan lingkungan lama. Konsep dan langkah-langkah untuk melakukan pekerjaan konservasi terdiri dari dua bagian yaitu: Tahap I, Stating Cultural Significance yakni pernyataan makna kultural yang meliputi penilaian dari segi estetika, sejarah, nilai ilmiah dan nilai sosial yang kesemuanya ini merupakan proses suatu tempat agar makna kulturalnya dapat tetap terpelihara dengan baik seperti yang dirumuskan dalam conservation policy. Tahap II, Conservation Policy/kebijaksanaan konservasi, pada tahap ini hasil dari penentuan prioritas dan peringkat digunakan untuk merumuskan kebijakan konservasi, dan strategi untuk implementasi kebijaksanaan konservasi, dalam tahap ini Kerr menyatakan bahwa kebijaksanaan konservasi ditentukan obyek tersebut akan dilakukan preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi atau demolisi.
Pada awalnya konsep konservasi terbatas pada pelestarian bendabenda/monumen bersejarah (biasa disebut preservasi). Namun konsep konservasi tersebut berkembang, sasarannya tidak hanya mencakup monumen, bangunan atau benda bersejarah melainkan pada lingkungan perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta kelangkaan yang menjadi dasar bagi suatu tindakan konservasi. Pada dasarnya, makna suatu konservasi dan preservasi tidak dapat terlepas dari makna budaya. Untuk itu, konservasi merupakan upaya memelihara suatu tempat berupa lahan, kawasan, gedung maupun kelompok gedung termasuk lingkungannya
K. PERAN ARSITEK DALAM KONSERVASI
Internal:
1. Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi.
2. Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse
3. Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan.
Eksternal:
1. Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur.
2. Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines)
3. Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.
4. Memberikan contoh-contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.
REFRENSI
http://egardanoza.blogspot.com/2018/07/konservasi-arsitektur-konservasi.html
0 komentar:
Posting Komentar