Gambar 1 : Perkampungan
penduduk dengan rumah tradisional Gasshou style di Desa Shirakawa
Desa Shirakawa
terletak di Propinsi Gifu daerah Jepang tengah, yang ketika musim dingin akan
menerima anugerah salju yang sangat tebal. Desa ini memiliki potensi permukiman
tradisional dengan rumah-rumah petani yang style. Memahami bahwa
permukiman tradisional mereka cukup rentan oleh perubahan seiring dengan
perkembangan jaman, penduduk desa tersebut secara bertahap melakukan
serangkaian kegiatan preservasi yang simultan dan terus menerus. Kegiatan
pelestarian permukiman tradisional tersebut mewujud dalam kemasan desa wisata.
Namun pelaksanaan kegiatan desa wisata ini berbasis pada keinginan bersama
masyarakat setempat untuk melestarikan warisan nenek moyoang. Contoh
partisipasi masyarakat yang dapat disampaikan di sini salah satunya adalah
sebuah bentuk kerjasama anggota-anggota masyarakat dengan Pemerintah dalam hal
preservasi bangunan rumah tradisional di daerah Shirakawa, Propinsi Gifu,
Jepang (Pramitasari, 2012). Dalam kasus ini, Pemerintah Daerah yang dimaksud
adalah Dinas yang membidangi kegiatan penataan ruang dan kawasan dan tugas
tersebut dijalankan oleh staf yang berlatarbelakang bidang arsitektur.
Projek
ini berawal dari kepedulian masyarakat mengenai apa yang sudah dimiliki oleh
masyarakat sejak dulu kala dan apa yang akan dicapai atau diinginkan mereka di
masa yang akan datang.
Untuk menjaga
apa yang sudah dimiliki tersebut, masyarakat dengan difasilitasi oleh
Pemerintah kemudian membentuk organisasi (sejak 42 tahun yang lalu) dengan
anggota penduduk yang tinggal di area tersebut, yang bertujuan mengawal proses
preservasi. Organisasi masyarakat tersebut kemudian menyusun guideline untuk
memelihara warisan leluhur mereka dengan dibantu oleh
Pemerintah. Yang menarik
adalah, prinsip-prinsip konservasi dan preservasi diberlakukan pada semua
sumber daya yang ada di area dan masyarakat tersebut, meliputi: gaya arsitektur
rumah tradisional setempat (Gasshou style), cara hidup masyarakat, ladang,
hutan dan pegunungan (mountains). Masyarakat beranggapan bahwa identitas akan
hilang apabila tidak dipreservasi dengan sebaik-baiknya dan berkesinambungan.
Semua kegiatan yang diselenggarakan/dilakukan oleh masyarakat di area tersebut
akan terikat dengan 4 perjanjian, yaitu:
·
No sale, no rent, no demolition; untuk segenap
sumnber daya
·
Melindungi alam
·
Melestarikan rumah Gasshou
·
Melestarikan adat budaya (festival tradisional,
tari, makanan khas, dll)
·
Keempat hal tersebut sampai saat ini masih
dipakai sebagai pegangan oleh masyarakat.
Masyarakat Desa
Shirakawa bersepakat untuk tidak mengandalkan modal dari luar untuk membangun
kehidupan mereka, khususnya dalam hal preservasi dan konservasi. Hal ini
bertujuan untuk melindungi wilayah dan kehidupan mereka agar tidak dikendalikan
oleh pihak luar. Dalam perkembangannya, masyarakat setempat kemudian
mengembangkan semacam desa wisata untuk memberdayakan masyarakat setempat,
meningkatkan pendapatan sekaligus merawat warisan leluhur mereka (Pramitasari,
2012).
Gambar 2 : Suasana Desa
Shirakawa pada pertengahan musim dingin
Di dalam desa
wisata tersebut, penduduk tetap tinggal dan menjalankan kehidupan seperti biasa
dalam prinsip-prinsip preservasi yang telah disepakati bersama oleh masyarakat.
Selain itu, terdapat pula beberapa amenitas yang tersedia untuk melayani
tamu-tamu yang datang untuk menikmati dan mengeksplor segala sesuatu yang ada
di desa. Amenitas tersebut meliputi toko souvenir dan akomodasi berupa
penginapan berbentuk rumah tradisional yang diselenggarakan oleh penduduk (dalam
Bahasa Jepang disebut minshuku). Tamu atau wisatawan yang menginap di
rumah tradisional tersebut akan merasakan tinggal di tengah keluarga penduduk
desa. Penginapan dilengkapi dengan fasilitas parkir untuk kendaraan tamu.
Gambar 3 : Penginapan yang
dijalankan oleh penduduk setempat, menggunakan bangunan tradisional Gasshou.
Sumber : www.google.com
Di sela-sela
rumah-rumah yang tersebar di desa tersebut, terdapat kebun-kebun yang dikelola
oleh masyarakat setempat. Pada umumnya hidangan yang disajikan untuk makan
malam dan makan pagi tamu menginap berasal dari kebun penduduk sendiridan
sebagian diambil dari hutan di gunung yang terletak di belakang rumah mereka
(biasanya yang diambil adalah jamur dan tanaman sejenis pakis).
Desa wisata
dengan konsep menjaga keberlangsungan baik aspek bangunan tradisional sebagai
warisan leluhur maupun alam, budaya dan cara hidup masyarakat lokal, terbukti
mampu menjaga kelestarian segenap isi dari permukiman tradisional ini.
Gambar 4 : Di dalam perkampungan
terdapat beberapa rumah tradisional yang difungsikan sebagai toko souvenir
Sumber
: www.google.com
Rumah-rumah
tradisional di Shirakawa-go ini semua bergaya Gassho-zukuri. Model rumah gassho-zukuri
ini juga disebut sebagai”konstruksi rumah berdoa” dikarenakan memiliki atap
yang miring dan terlihat seperti dua tangan yang sedang berdoa. Atap rumahnya
terbuat dari tumpukan jerami namun sangat kokoh mengingat Shirakawa-go selalu
tertutup salju yang tebal saat musim salju.
Desa Ogimachi
merupakan desa terbesar di Sirakawa-go dan paling banyak rumah tradisionalnya.
Rata-rata rumah-rumah tradisional di Shirakawa ini berusia sekitar 250 tahun.
Banyaknya rumah-rumah tradisional gassho-zukuri inilah akhirnya UNESCO
menetapkan Shirakawa-go menjadi situs warisan budaya dunia.
Gambar 5 : Pemasangan Rangka
Atap
Rumah Gassho terdiri
dari 3 sampai 4 lantai. Fungsi rumah ini sekaligus dapat mengakomodasi kegiatan
bertani masyarakat Desa Shirakawa. Lantai 1 digunakan untuk aktivitas keluarga,
terdapat ruang tengah yang menjadi pusat kegiatan yang terdapat irari.
Irari adalah perapian yang berfungsi sebagai ruang makan, ruang
pemanas dan memasak. Letaknya di tengah ruangan yang tingginya menerus sampai
ke atap. Asap dari irari ini dapat sekaligus berfungsi sebagai
pengawet alami balok-balok kayu dan jerami yang menjadi penutup atap.
Selanjutnya, lantai 2 – 4 rumah Gassho berupa loteng. Karena
letak Desa Shirakawa yang terisolasi dan musim panen yang terbatas karena
perubahan iklim yang ekstrim, petani di desa ini mendapatkan cadangan ekonomi
dari pembuatan kertas washi (kertas tradisional Jepang) dan
peternakan ulat sutra rumahan. Lantai 2 – 4 adalah tempat para petani Shirakawa
untuk menyimpan hasil pertanian dan mengakomodasi usaha lainnya tersebut, salah
satunya dengan menyediakan nampan-nampan tempat ulat sutra berkembangbiak. Lokasi loteng digunakan karena terdapat jendela-jendela besar di atap yang
memberi jalan sinar matahari dan angin untuk masuk sebagai nutrisi
perkembangbiakan ulat sutra.
Atap adalah
salah satu yang menjadi karakteristik kuat dari Rumah Gassho. Atap
tersebut adalah simbol dari tangan berdoa dalam agama Budha. Atap Gassho terbuat
dari jerami hasil pertanian warga yang sangat tebal dengan kemiringan yang
curam hingga 60 derajat, sehingga salju tidak mudah menembus ke dalam rumah dan
mudah dibersihkan. Atap ini dapat bertahan hingga 30 tahun. Pengawetannya
selain dari asap pembakaran di perapian, setiap tahunnya pada Bulan November
disiram dengan air dari selang otomatis yang tersebar di beberapa titik di
perdesaan, yang terhubung dengan tangki bawah tanah.
Pemasangan atap
dilakukan dalam waktu sehari secara bergotong royong. Cara pemasangan atap yang
bersama-sama dengan melibatkan tetangga disebut Yui. Jerami yang
digunakan biasanya dipanen saat musim gugur, lalu dikeringkan dan siap dipasang
di musim semi atau gugur selanjutnya. Di hari pemasangan, masyarakat desa akan
berkumpul di pagi hari dan bekerja seharian untuk memasang atap ini. Dimulai
dari pemasangan scaffolding, lalu atap lama dibongkar dan kemudian
dipilih, mana yang masih bisa digunakan dan mana yang tidak. Jerami yang masih
bagus akan diikat bercampur dengan atap baru dan digunakan untuk atap yang
paling atas. Pemasangan atap terdapat tiga tumpuk dan kemudian disambung dengan
bagian samping atap. Proses penyambungan ini bernama HAFU-JIRI. Lis
atap yang digunakan untuk mengikat atap jerami itu harus memiliki kemiringan
yang pas, dan dibuat orang yang ahli, disebut OJIRI. Karena jika
kemiringan tidak pas, akan ada kebocoran saat hujan dan salju ke dalam rumah.
Setelah selesai pemasangan, semua pekerja akan makan malam bersama untuk
melepas lelah.
Seiring dengan
perkembangan zaman, mulai banyak masyarakat yang memilih material atap yang
lebih mudah ditemukan, seperti seng. Meski begitu, masih ada 117 unit
rumah Gassho yang dipertahankan di Desa Shirakawa. Ada yang
masih berfungsi sebagai rumah penduduk lokal, ada juga yang sudah
dialihfungsikan menjadi museum, restoran, dan penginapan keluarga.
REFRENSI
0 komentar:
Posting Komentar