BAB
II
KRITIK
DESKRIPTIF “METODE DEPIKTIF”
A. KRITRIK
DEKSRIPTIF
Kritik
deskriptif, tidak menilai ,tidak menafsirkan namun yang terpenting
menggambarkan sesuatu yang ada, tanpa ada tambahan-tambahan yang mengaburkan. Bersifat
tidak menilai, tidak menafsirkan, atau semata-mata membantu orang melihat apa
yang sesungguhnya ada. Kritik ini berusaha mencirikan fakta-fakta yang
menyangkut sesuatu lingkungan tertentu. Dibanding metode kritik lain kritik
deskriptif tampak lebih nyata (factual).
-
Deskriptif mencatat fakta-fakta
pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota.
-
Lebih bertujuan pada kenyataan
bahwa jika kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses
kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan.
- Lebih dipahami sebagai sebuah
landasan untuk memahami bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang
ditampilkannya.
- Tidak dipandang sebagai bentuk to
judge atau to interprete. Tetapi sekadar metode untuk melihat bangunan
sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya.
B. METODE
DEPIKTIF
Merupakan
metode yang menyatakan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi secara nyata.
Contohnya, saat melakukan survei lokasi untuk pembangunan yaitu bagaimana pun
kondisi site dipaparkan dengan apa adanya tanpa di kurang-kurangi atau di
lebih-lebihkan. Dalam metode Depiktif dibagi menjadi beberapa jenis yaitu
1.
Depictive
Criticism (Gambaran bangunan)
Depictive
cenderung tidak dipandang sebagai sebuah bentuk kritik karena ia tidak
didasarkan pada pernyataan baik atau buruk sebuah bangunan. Sebagaimana tradisi
dalam kritik kesenian yang lain, metode ini menyatakan apa yang sesungguhnya
ada dan terjadi disana. Masyarakat cenderung memandang dunia sesuai dengan
keterbatasan pengalaman masa lalunya, maka melalui perhatian yang jeli terhadap
aspek tertentu bangunan dan menceritakan kepada kita apa yang telah dilihat,
kritik depiktif telah menjadi satu metode penting untuk membangkitkan satu
catatan pengalaman baru seseorang. Kritik depiktif tidak butuh pernyataan betul
atau salah karena penilaian dapat menjadi bias akibat pengalaman seseorang di
masa lalunya. Kritik depiktif lebih mengesankan sebagai seorang editor atau
reporter, yang menghindari penyempitan atau perluasan perhatian terhadap satu
aspek bangunan agar terhindar dari pengertian kritikus sebagai interpreter atau
advocate.
a.
Static
(Secara Grafis)
Depictive
criticism dalam aspek static memfocuskan perhatian pada elemen-elemen, bentuk
(form), bahan (materials) dan permukaan (texture). Penelusuran aspek static
dalam depictive criticism seringkali digunakan oleh para kritikus untuk memberi
pandangan kepada pembaca agar memahami apa yang telah dilihatnya sebelum
menentukan penafsiran terhadap apa yang dilihatnya kemudian. Penggunaan media
grafis dalam depictive critisim dapat dengan baik merekam dan mengalihkan
informasi bangunan secara non verbal tanpa kekhawatiran terhadap bias. Aspek
static depictive criticism dapat dilakukan melalui beberapa cara survey antara
lain : fotografi, diagram, pengukuran dan deskripsi verbal (kata-kata).
b.
Dynamic
(Secara Verbal)
Tidak
seperti aspek static, aspek dinamik depictive mencoba melihat bagaimana
bangunan digunakan bukan dari apa bangunan di buat. Aspek dinamis mengkritisi
bangunan melalui : Bagaimana manusia bergerak melalui ruang-ruang sebuah
bangunan? Apa yang terjadi disana? Pengalaman apa yang telah dihasilkan dari
sebuah lingkungan fisik? Bagaimana bangunan dipengaruhi oleh kejadian-kejadian
yang ada didalamnya dan disekitarnya?
c.
Process
(Secara Prosedural)
Merupakan
satu bentuk depictive criticism yang menginformasikan kepada kita tentang
proses bagaimana sebab-sebab lingkungan fisik terjadi seperti itu. Bila kritik
yang lain dibentuk melalui pengkarakteristikan informasi yang datang ketika
bangunan itu telah ada, maka kritik depiktif (aspek proses) lebih melihat pada
langkah-langkah keputusan dalam proses desain yang meliputi :
-
Kapan bangunan itu mulai
direncanakan,
-
Bagaimana perubahannya,
-
Bagaimana ia diperbaiki,
-
Bagaimana proses pembentukannya.
2.
Biographical
Criticism (Riwayat Hidup)
Kritik
yang hanya mencurahkan perhatiannya pada sang artist (penciptanya), khususnya
aktifitas yang telah dilakukannya. Memahami dengan logis perkembangan sang
artis sangat diperlukan untuk memisahkan perhatian kita terhadap intensitasnya
pada karya-karyanya secara spesifik.
Sejak
Renaisance telah ada sebagian perhatian pada kehidupan pribadi sang artis atau
arsitek dan perhatian yang terkait dengan kejadian-kejadian dalam kehidupannya
dalam memproduksi karya atau bangunan. Misalnya, bagaimana pengaruh kesukaan
Frank Lyod Fright waktu remaja pada permainan Froebel Bloks (permainan lipatan
kertas) terhadap karyanya? Bagaimana pengaruh karier lain Le Corbusier sebagai
seorang pelukis? Bagaimana pengaruh hubungan Eero Sarinen dengan ayahnya yang
juga arsitek? Informasi seperti ini memberi kita kesempatan untuk lebih memahami
dan menilai bangunan-bangunan yang dirancangnya.
3.
Contextual
Criticism ( Persitiwa)
Untuk
memberikan lebih ketelitian untuk lebih mengerti suatu bangunan, diperlukan
beragam informasi dekriptif, informasi seperti aspek-aspek tentang sosial,
politikal, dan ekonomi konteks bangunan yang telah didesain. Kebanyakan
kritikus tidak mengetahui rahasia informasi mengenai faktor yang mempengaruhi
proses desain kecuali mereka pribadi terlibat. Dalam kasus lain, ketika
kritikus memiliki beberapa akses ke informasi, mereka tidak mampu untuk
menerbitkannya karena takut tindakan hukum terhadap mereka. Tetapi informasi
yang tidak kontroversial tentang konteks suatu desain suatu bangunan terkadang
tersedia.
C.
Kelebihan Kritik Deskriptif
- Dengan kritik deskriptif kita
bisa mengetahui suatu karya hingga ke seluk beluknya. Metode dari deskriptif
ini dapat di kritisi secara induktif, dari hal yang umum ke khusus ataupun
deduktif dari hal yang khusus ke umum. Metode kritik ini tidak bertujuan untuk
pengembangan karya selanjutnya seperti metode impresionis yang menggunakan
hasil kritik untuk karya selanjutnya.
D. Kekurangan
Kritik Deskriptif
-
Hanya menjelaskan secara singkat
tentang isi, proses, dan pencipta sebuah karya.
REFRENSI
0 komentar:
Posting Komentar