KRITIK ARSITEKTUR BAB I

Posted by Alviansyah Yudhistiro on Minggu, Februari 10, 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A.       DEFINISI KRITIK ARSITEKTUR
Kritik arsitektur merupakan tanggapan dari hasil sebuah pengamatan terhadap suatu karya arsitektur. Disitu orang merekam dengan berbagai indra kelimanya kemudian mengamati, memahami dengan penuh kesadaran dan menyimpannya dalam memori dan untuk ditindaklanjuti dengan ucapan dalam bentuk pernyataan,ungkapan dan penggambaran dari benda yang diamatinya.

B.       METODE KRITIK ARSITEKTUR
Terdapat beberapa jenis metode dalam kritik arsitektur yaitu :
1.         Kritik Normatif
Kritik normatif ini mempunyai standar nilai berupa; doktrin, sistem, tipe atau ukuran. doktrin bisa jadi sebgai pujian atau sebaliknya,sedangkan sistem bisa menyangkut lebih luas pemaknaannya karena ada saling sangkut paut antara komponen yang satu dengan komponen yang lain. Contoh kritik normatifnya "sistem" versi Vitruvius, dia memandang sebuah bangunan adalah pengubah iklim,pengubah perilaku,pengubah budaya,pengubah sumber daya. Kritik Arsitektur Normatif dibagi dalam beberapa metode, yaitu :
a.    Metode Doktrin merupakan metode yang dilihat dari aliran atau nilai-nilai sosial. Contohnya, seperti disaat kita membuat sebuah tema perancangan bentuk arsitektur. Tema tersebut adalah doktrin yang kita buat untuk meyakinkan diri sendiri tentang apa yang ingin kita buat.
b.    Metode Tipikal merupakan metode yang mempunyai uraian urutan secara tersusun. Kebiasaan yang terarah. Contohnya, bangunan rumah tinggal, secara tipikal dimana pun selalu memiliki kamar tidur, ruang keluarga, ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar mandi/toilet, dan ruangan lain.
c.  Metode Ukuran merupakan metode dengan ukuran yang dijadikan sebagai patokan untuk menilai namun pada akhirnya kecenderungan relativitas akan lebih berperan. Sifatnya akan berakhir tidak pasti, relatif, sesuai dengan pemahaman yang diinginkan masing-masing. Contohnya, disaat kita membuat denah suatu bangunan biasanya ukuran ruang bangunan tersebut berpatokan pada data arsitek namun pada akhirnya ukuran ruang bangunan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan individu masing-masing.

2.         Kritik Penafsiran
Kritik ini biasanya bersifat subyektif tidak didasarkan pada data / pedoman baku dari luar, untuk memperhalus kritik salah satunya menggunakan analogi-analogi. hasilnya akan meningkatkan emosi bagi pendengar setelah itu terpengaruh atau menolak. Jika ada penolakan dari pendengar maka akan timbul kritik evokatif ( pembelaan ). Kritik Arsitektur Penafsiran dibagi dalam beberapa metode, yaitu :
a.       Metode Advokasi merupakan metode dengan cara mengarahkan pada suatu topik yang dianggap perlu untuk di perhatikan secara seksama tentang karya arsitektur. Contohnya, kritikus membantu kita melihat manfaat yang telah dihasilkan sang arsitek melalui karya arsitekturnya dan berusaha menemukan pesona yang awalnya kita kira hanya sebuah karya seni menjemukan.
b.       Metode Evokatif merupakan metode dengan cara menggugah pemahaman intelektual atas makna yang dikandung pada suatu karya arsitektur. Contohnya, mendorong orang lain untuk turut membangkitkan emosi yang serupa sebagaimana dirasakan kritikus terhadap suatu karya arsitektur.
c.          Metode Impresionistik merupakan metode dengan cara menggunakan karya seni atau bangunan lain sebagai dasar bagi pembentukan karya seninya. Contohnya, menggunakan karya arsitektur Le Corbusier sebagai inspirasi untuk karya arsitektur kita sendiri.

3.         Kritik Deskriptif
Kritik deskriptif, tidak menilai ,tidak menafsirkan namun yang terpenting menggambarkan sesuatu yang ada, tanpa ada tambahan-tambahan yang mengaburkan. Kritik Arsitektur Deskriptif dibagi dalam beberapa metode, yaitu :
a.    Metode Depiktif merupakan metode yang menyatakan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi secara nyata. Contohnya, saat melakukan survei lokasi untuk pembangunan yaitu bagaimana pun kondisi site dipaparkan dengan apa adanya tanpa di kurang-kurangi atau di lebih-lebihkan.
b.       Metode Biografis merupakan metode yang hanya mencurahkan perhatiannya kepada sang arsitek yang membuat karya arsitektur tersebut, khususnya aktifitas yang telah dilakukannya. Memahami dengan logis perkembangan sang arsitek sangat diperlukan untuk memisahkan perhatian kita terhadap intensitasnya pada karya-karyanya secara spesifik. Contohnya, pengaruh kesukaan Frank Llyod Wright saat remaja pada permainan lipatan kertas terhadap bangunan-bangunan yang dirancangnya, informasi seperti ini memberi kita kesempatan untuk lebih memahami dan menilai sang arsitek terhadap karya-karyanya.
c.        Metode Kontekstual merupakan metode yang membahas dengan teliti untuk lebih mengerti suatu karya arsitektur. Contohnya, proyek apa yang sedang dibangun, mengapa proyek tersebut dibangun, siapa arsiteknya, dan pertanyaan lain mengenai karya arsitektur tersebut hingga ke akarnya.

C.      LINGKUNGAN (SETTING) KRITIK ARSITEKTUR
Lingkungan kritik arsitektur adalah lingkup pembagian kritik arsitektur menjadi menjadi Self (diri), Authority (yang berwenang), Expert (pakar), Peer (kelompok), dan Layman (orang awam).
1.         Kritik Diri (Self Criticism)
Kritik diri adalah situasi dimana perancang atau pembuat keputusan mengkritisi dirinya sendiri dalam proses perancangan. Kritik model ini memusatkan perhatian pada pengkayaan pikiran diri. Dengan ini diharapkan kritikus dapat lebih banyak mempelajari dan mengembangkan berbagai fenomena yang muncul dalam situasi dan hukum-hukum perancangan. Kritik diri merupakan kerja yang otoritasnya merupakan komposisi dari kegiatan :
-            Pengayaan/Penyaringan ( Labour of Shifting )
-            Penggabungan ( Labour of Combining )
-            Penyusunan ( Labour of Constructing )
-            Penghapusan ( Labour of Expunging )
-            Pembetulan ( Labour of Correcting )
-            Pengujian ( Labour of Testing )
Setidaknya ada tiga suara (bisikan) yang secara psikologis menyertai diri ketika dihadapkan dalam usaha memecahkan proses perancangan, yaitu :
·          Suara Keharusan ( The Should Voices )
Suara yang berwenang (authority voices) mengatakan pada diri bahwa diri naïf dan tidak kompeten dan menyatakan bahwa diri harus lebih baik lagi;
Suara umum (peer voice) mengatakan bahwa kita professional dan harus mempertanggungjawabkannya. Secara psikologis should (keharusan akan) dalam suara bisikan ini telah menjadi “obsesi neurotic”.
·          Suara Ketakutan ( The fear voices )
Ketakutan pada Kegagalan ( Fear of Failure ) Adakalanya ketika kritik telah kita lontarkan tiba-tiba diri merasa bahwa diri tidak mampu bertindak semuanya. Apa yang dilakukan terasa salah dan akan gagal. Diri ditempatkansedemikian rupa dalam kebenaran yang lain yang lebih terpercaya. Ketakutan pada kegagalan menyeruak ketika diri dapat mengantisipasi suara petuah dan suara umum dan juga tahu bahwa mereka benar.
Ketakutan pada Kesuksesan ( Fear of Success ) Jika diri sukses dalam tugas, maka sukses akan membawa tanggungjawab baru, standard yang lebih tinggi dan tuntutan performa yang lebih baik lagi ke depan.
·          Suara peringatan ( The Cautionary voice )
Suara peringatan mengklain lebih mengetahui diri dari pada diri saya sendiri.                           Suara-suara itu ditemukan dalam serapan pengalaman dan kemampuan internal.

2.         Kritik yang Berwenang (The Authoritative Setting)
Sumber kritik otoritas adalah kekuatan yang melekat dalam posisi social. Hubungan secara hirarkis individu dengan pembuat keputusan dan penentu kebijakan. Dalam kasus yang sama adalah dasar-dasar kritik yang berlangsung dalam situasi pendidikan studioperancangan. Sekalipun dalam banyak model pendidikan sebagaimana di Beaux Art Guru dipandang sebagai partner dalam proses pembelajaran. Ada juga dalam model pendidikan kontemporer yang masih memandang guru secara structural memiliki kepekaan untuk menyukai individu tertentu sebagai sebuah figure yang semi otoriter.
Terdapat beberapa kesulitan dalam kritik yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas (John Wade, 1976):
-  Peran juri yang berlaku sebagai pihak yang memiliki otoritas menghakimi tetapi juga memilikikekauasaan instruksional.
-  Adanya fleksibelitas dalam menetapkan nilai kritik yang dilancarkan- dimana kritikus meresponpada fakta projek yang sedang dipresentasikan.
- Keputusan dipengaruhi oleh situasi yang beragam yang dihadapi masing-masing pendidikan,keputusan yang dilakukan secara acak terinspirasi dari solusi yang datang berdasarkan pengaruh  Tidak ada kualitas nilai yang secara eksplisit tertuang dalam setiap keputusan.

3.          Kritik Pakar (Expert Criticsm)
Kritik biasanya berupa tulisan popular yang dimuat di media massa. Pakar dalam hal ini biasanya adalah orang-orang jurnalis yang memiliki kepekaan untuk membuat paparan dan pengumpulan fakta-fakta. Melalui berbagai perangkat pengalamannya mereka mendemonstrasikan kemampuan pemahamannya tentang isu-isu yang berkaitan dengan desain lingkungan. Oleh karena itu Kritik pakar dipandang tidak memiliki kekuatan yang spesifik melampaui apa yang dikritiknya. Dampaknya sangat bergantung pada kesan-kesan yang lain yang berkait dengan pengetahuan secara khusus dan kemampuan internalnya. Dua bentuk kritik pakar :
-            Kolom umum biasanya berupa tulisan yangdikarakteristikkan sebagai berita pembentuk opini yang memiliki tendensi pengajuan karakteristiktertentu yang diinginkan.
-            Berita Palsu, menyajikan samaran dari sebuah berita dan upaya advertensi(pengiklanan).

4.         Kritik Kelompok (Peer Criticism)
Kritik kelompok (peer criticism) tentang arsitektur kebanyakan berasal dari lingkungan masyarakat dan institusi tertentu dalam juri penghargaan desain. Dalam hal ini arsitek professional mengevaluasi dan memberikan pengetahuan khusus tentang desain yang dibawa oleh para professional. Institusi lain dalam kritik kelompok adalah buku atau artikel yang ditulis oleh para arsitek tentang arsitek-arsitek lain.
 Beberapa kriteria kualitas yang biasanya menjadi poin-poin evaluasi dalam kritik kelompok :
-            Bangunan harus memiliki konsep
-            Bangunan harus mencerminkan keteraturan struktur
-            Bangunan harus menghargai dan respek terhadap lingkungan
-            Ruang harus peka terhadap emosi lingkungan
-            Sangat disarankan untuk menggunakan teknologi yang dipersyaratkan
-            Bangunan harus memiliki makna dan ruang yang selalu bisa diingat dan lain sebagainya.

5.         Kritik Awam (Layman Criticsm)
Kritik Awam lebih diarahkan pada pengguna lingkungan fisik yang tidak menyadari bahwa lingkungan fisik diciptakan dan tidak secara khusus dilatih sebagai desainer dan kritikus.
-            Beberapa kategori dasar respon awam dalam memandang arsitektur :
-            Perhatian terhadap Lingkungan
-            Perilaku terhadap lingkungan antara desain dan kebutuhan kondisi lingkungan yang diinginkan
-            Modifikasi terhadap lingkungan :
-            Yang tidak disadari
-            Yang disadari (improvement/perbaikan).
-            Yang disadari (destruksi/penghancuran)

REFRENSI


Nama Anda
New Johny WussUpdated: Minggu, Februari 10, 2019

0 komentar:

Posting Komentar